...dan aku tetap terjaga entah sampai kapan. Sesekali mataku melirik jam yang menggantung di dinding bercat krem. Waktu sudah menunjukkan hari akan beranjak pagi tapi aku tetap tak beranjak dari sini menunggu tanda-tanda kehadiran sesuatu yang ku nantikan sejak awal mimpi ini.
Layaknya mimpi, pertemuan-pertemuan lalu itu maya tapi bukan fatamorgana. Bahkan perasaan pun tidak terbohongi sedikitpun. Seolah tak pernah terjadi dan mudah kau dustakan kebenarannya tapi membekas. Tak ubahnya seperti melihat hantu. Seolah tidak nyata tapi tak bisa terlupakan
Dan aku telah memberitahu diriku sendiri. Aku membisiki relung-relung jiwaku bahwa ini mungkin akan membawaku pada mimpi buruk yang lain, tapi dia menyegarkan jiwaku seolah mengajakku pergi ke pantai. Ya! Dia mengajakku ke pantai! Dia menceritakan dunia melalui kata-kata, terangkai indah begitu saja, dan aku pelan-pelan mengerti bahwa ini tidak bisa dikonfrontasi lagi. Benarkah aku telah jatuh cinta?
pujangga keparat pecandu arak mana yang bisa menjelaskan mabuknya ditenggelamkan dalam samudra romansa? Bahkan, aku sendiri pun tidak bisa menjelaskannya. Tidak dengan kata-kata, dengan lukisan di kanvas, bahkan dengan sebuah mimik ekspresi jiwa. Dirinyakah yang begitu indah hingga begitu usah untuk di deskripsikan? ataukah perasaan ini saja yang menjadi demikian polos tanpa dosa?
...dia bangkitkan jiwaku. dia datang membawakanku sebuket mawar maya dan senyuman yang terlukiskan dalam tiap-tiap frasa kata yang ia bentuk. tiap-tiap konsonan dan vokal yang ia susun seolah mencerminkan ekspresi-ekspresi tersendiri dari luapan rasa yang tak tergambarkan seperti apa wujudnya. dia membawa kembali senyumku. dia memberitahuku dan aku seolah melupakan apa yang ia beritahukan, tetapi aku mengingat dengan jelas perasaan yang ku rasa ketika ia memberitahunya. aku mengumpulkan pecahan-pecahan mozaik percakapan untuk membentuk sebuah afeksi yang walaupun kecil tapi memiliki efek seperti kepakan sayap kupu-kupu...kecil namun mengubah dunia.
andailah jarak ini yang dikatakan pujangga sebagai penghambat bisa dimusnahkan dalam sekali klik. apakah aku ingin menemuimu? apakah aku pun tahu apa yang ku inginkan darimu? apakah aku tega memintanya kepadamu?
namun aku merindu! kau mungkin sama saja dengan bintang-bintang yang mengisi gelapnya malam-malamku. namun, kaulah satu-satunya yang menemaniku dan mendengarku. hanya kaulah satu dari sedikit yang walau sebentar namun telah memberi kasih tanpa terperi. kau mengunciku dalam biru. atau mungkin kau satu-satunya yang seperti itu... entahlah. aku melaju mencarimu dalam entah.
...dan itu kamu yang duduk manis dalam mimpiku. itukah kamu yang sengaja memintaku memimpikanmu lalu sekonyong-konyong datang? ya, itu kamu.
itukah kamu yang meski tidak memberiku sebuah simfoni? ya itu kamu. tapi kamu membuatkanku sebuah peran yang indah untuk dijalani.
itu kamu yang membuatku tersenyum meskipun percakapan ini tidak terjadi secara fisik. aku seolah hanya berbicara kepada angin... angin yang menghembus ombak pantai dan membawa kelopak-kelopak mawar kepadamu. sementara disini aku mengukir namamu ditemani para kupu-kupu. engkaulah pelindung yang pengasih yang datang ketika fajar menyingsing.
...dan aku masih terjaga sampai matahari hampir berangkat menyinari jagad. tetapi inilah caraku sendiri yang mungkin terasa abnormal pada logikamu untuk menemuimu. sebuah atau mungkin seorang fajar. aku hampir melihat 'fajar' menyingsing. aku hampir melihatmu. tetapi kamu berbeda dengan 'fajar' menyingsing.
satu-satunya persamaan kalian adalah kalian sama-sama mengantarkanku pada halaman baru pada buku ku.
buaianmu padaku kiranya sama dengan buaian sinar matahari. meskipun tidak terasa pada tubuhku, tetapi menghangatkan jiwaku dengan caramu masing-masing.
ya, itu kamu.
Layaknya mimpi, pertemuan-pertemuan lalu itu maya tapi bukan fatamorgana. Bahkan perasaan pun tidak terbohongi sedikitpun. Seolah tak pernah terjadi dan mudah kau dustakan kebenarannya tapi membekas. Tak ubahnya seperti melihat hantu. Seolah tidak nyata tapi tak bisa terlupakan
Dan aku telah memberitahu diriku sendiri. Aku membisiki relung-relung jiwaku bahwa ini mungkin akan membawaku pada mimpi buruk yang lain, tapi dia menyegarkan jiwaku seolah mengajakku pergi ke pantai. Ya! Dia mengajakku ke pantai! Dia menceritakan dunia melalui kata-kata, terangkai indah begitu saja, dan aku pelan-pelan mengerti bahwa ini tidak bisa dikonfrontasi lagi. Benarkah aku telah jatuh cinta?
pujangga keparat pecandu arak mana yang bisa menjelaskan mabuknya ditenggelamkan dalam samudra romansa? Bahkan, aku sendiri pun tidak bisa menjelaskannya. Tidak dengan kata-kata, dengan lukisan di kanvas, bahkan dengan sebuah mimik ekspresi jiwa. Dirinyakah yang begitu indah hingga begitu usah untuk di deskripsikan? ataukah perasaan ini saja yang menjadi demikian polos tanpa dosa?
...dia bangkitkan jiwaku. dia datang membawakanku sebuket mawar maya dan senyuman yang terlukiskan dalam tiap-tiap frasa kata yang ia bentuk. tiap-tiap konsonan dan vokal yang ia susun seolah mencerminkan ekspresi-ekspresi tersendiri dari luapan rasa yang tak tergambarkan seperti apa wujudnya. dia membawa kembali senyumku. dia memberitahuku dan aku seolah melupakan apa yang ia beritahukan, tetapi aku mengingat dengan jelas perasaan yang ku rasa ketika ia memberitahunya. aku mengumpulkan pecahan-pecahan mozaik percakapan untuk membentuk sebuah afeksi yang walaupun kecil tapi memiliki efek seperti kepakan sayap kupu-kupu...kecil namun mengubah dunia.
andailah jarak ini yang dikatakan pujangga sebagai penghambat bisa dimusnahkan dalam sekali klik. apakah aku ingin menemuimu? apakah aku pun tahu apa yang ku inginkan darimu? apakah aku tega memintanya kepadamu?
namun aku merindu! kau mungkin sama saja dengan bintang-bintang yang mengisi gelapnya malam-malamku. namun, kaulah satu-satunya yang menemaniku dan mendengarku. hanya kaulah satu dari sedikit yang walau sebentar namun telah memberi kasih tanpa terperi. kau mengunciku dalam biru. atau mungkin kau satu-satunya yang seperti itu... entahlah. aku melaju mencarimu dalam entah.
...dan itu kamu yang duduk manis dalam mimpiku. itukah kamu yang sengaja memintaku memimpikanmu lalu sekonyong-konyong datang? ya, itu kamu.
itukah kamu yang meski tidak memberiku sebuah simfoni? ya itu kamu. tapi kamu membuatkanku sebuah peran yang indah untuk dijalani.
itu kamu yang membuatku tersenyum meskipun percakapan ini tidak terjadi secara fisik. aku seolah hanya berbicara kepada angin... angin yang menghembus ombak pantai dan membawa kelopak-kelopak mawar kepadamu. sementara disini aku mengukir namamu ditemani para kupu-kupu. engkaulah pelindung yang pengasih yang datang ketika fajar menyingsing.
...dan aku masih terjaga sampai matahari hampir berangkat menyinari jagad. tetapi inilah caraku sendiri yang mungkin terasa abnormal pada logikamu untuk menemuimu. sebuah atau mungkin seorang fajar. aku hampir melihat 'fajar' menyingsing. aku hampir melihatmu. tetapi kamu berbeda dengan 'fajar' menyingsing.
satu-satunya persamaan kalian adalah kalian sama-sama mengantarkanku pada halaman baru pada buku ku.
buaianmu padaku kiranya sama dengan buaian sinar matahari. meskipun tidak terasa pada tubuhku, tetapi menghangatkan jiwaku dengan caramu masing-masing.
ya, itu kamu.